Pernah ngerasa capek banget tapi nggak tahu kenapa? Seharian kamu ketemu orang, ngobrol, kerja, balas chat, buka Instagram, ketawa di grup WA, bahkan scrolling TikTok buat “healing”. Tapi begitu malam tiba, tubuh lelah, pikiran malah riuh. Kamu pengen istirahat, tapi kepala muter terus. Lalu kamu bilang ke diri sendiri: “Kayaknya gue butuh me time deh.”
Tapi… what exactly is me time? Dan kenapa sih otak kita kayaknya makin butuh waktu sendirian di tengah dunia yang terus berisik ini?
Me Time Itu Bukan Sekadar Rebahan
Banyak orang salah kaprah. Dikiranya me time itu cuma duduk sendirian nonton Netflix atau rebahan sambil scroll IG. Padahal, me time bukan cuma soal menjauh dari keramaian tapi soal memberi ruang untuk otak bernapas.
Secara ilmiah, otak kita terus bekerja sepanjang hari. Nggak cuma mikir soal kerjaan atau tugas kuliah, tapi juga processing semua notifikasi, percakapan, emosi, bahkan hal-hal yang nggak kita sadari. Saat kita terus berada dalam stimulasi baik dari layar, suara, maupun interaksi sosial otak kita nggak pernah benar-benar "off".
Makanya kita bisa ngerasa capek walaupun “nggak ngapa-ngapain”. Itu bukan malas, tapi mental fatigue. Otak kelelahan karena nggak dikasih ruang untuk pause.
Otak Butuh “Default Mode”
Menurut penelitian neuroscience, saat kita dalam keadaan tenang dan tidak mengerjakan apapun secara aktif alias zoning out otak justru masuk ke mode yang disebut Default Mode Network (DMN). Di mode ini, otak melakukan hal-hal penting seperti mengolah emosi, menyusun memori, mengevaluasi diri, dan merapikan pikiran.
Itu sebabnya banyak orang dapet ide justru saat mandi, jalan sendiri, atau duduk bengong. Karena saat itulah otak akhirnya punya ruang untuk bernapas dan mengatur ulang dirinya sendiri.
Jadi jangan anggap remeh waktu diam. Diam itu bukan malas. Diam itu kerja dalam mode diam.
Padahal, justru di ruang-ruang hening itulah kita benar-benar ketemu diri kita sendiri. Me time itu bukan pelarian. Kalau dilakukan dengan sadar, me time bisa jadi ruang pulih, ruang refleksi, dan ruang untuk kembali mengenal siapa kita di balik semua peran dan tekanan.
So, What Does “Me Time” Really Look Like?
Me time itu nggak harus estetik atau mahal. Nggak harus ada lilin aromaterapi atau staycation ke pegunungan (walaupun itu juga enak). Me time bisa sesederhana: duduk dikamar 10 menit tanpa gadget, menulis jurnal perasaan, jalan kaki sendiri tanpa earphone, mandi lama sambil mikir, nggak ngapa-ngapain selain memperhatikan napas.
Intinya, me time itu waktu ketika kamu nggak perlu menjawab siapa pun. Waktu untuk connect ke dalam, bukan respond ke luar.
Komentar
Posting Komentar