KENAPA KITA SERING MERASA KOSONG DITENGAH KESIBUKAN?

Setiap hari rasanya penuh. Bangun pagi, langsung buka ponsel, membaca pesan, membalas notifikasi, lalu terburu-buru menjalani hari. Ada tugas yang harus diselesaikan, janji yang harus ditepati, orang yang harus ditemui. Kita bergerak terus, berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain, nyaris tanpa jeda. Tapi di tengah semua itu di tengah rutinitas, pencapaian, bahkan tawa tiba-tiba muncul satu rasa yang sulit dijelaskan: kosong.

Perasaan kosong ini bukan berarti kita nggak punya apa-apa. Justru sering kali datang saat hidup kita terlihat “baik-baik saja” dari luar. Jadwal penuh, kerjaan jalan, sosial media aktif, koneksi sosial ada. Tapi tetap saja, ada ruang hampa yang diam-diam menganga di dalam diri. Kita mulai bertanya-tanya, “Ini semua untuk apa?” atau bahkan “Kenapa aku nggak merasa utuh?”

Fenomena ini sebenarnya nggak aneh. Dari sudut pandang psikologi, perasaan kosong sering muncul saat kita kehilangan koneksi dengan makna. Kita sibuk memenuhi tuntutan, tapi lupa menanyakan apa yang sebenarnya penting buat kita. Kita kejar target demi validasi luar, tapi lupa mengecek apakah itu sejalan dengan nilai-nilai dalam. Kita berinteraksi dengan banyak orang, tapi lupa mengajak diri sendiri ngobrol.

Sains juga menjelaskan bahwa otak manusia punya dua mode utama: task positive network, yang aktif saat kita fokus menyelesaikan tugas, dan default mode network, yang aktif saat kita sedang diam, merenung, atau menyusun makna. Sayangnya, kehidupan modern memaksa kita untuk terus berada di mode pertama. Kita jarang berhenti. Jarang diam. Jarang memberi waktu untuk mendengarkan isi kepala dan hati. Akibatnya, otak kita kelelahan memproses dunia luar, tapi tidak sempat memproses dunia dalam.

Rasa kosong juga bisa menjadi sinyal bahwa kita sedang menjauh dari diri sendiri. Kita terlalu sibuk menjadi versi yang diharapkan orang, lupa menanyakan siapa diri kita sebenarnya. Kita mengikuti alur yang cepat, tapi nggak yakin kita mau ke mana. Lama-lama, kita jadi seperti aktor dalam hidup sendiri sibuk memainkan peran, tapi kehilangan rasa terhubung.

Namun, penting untuk tahu bahwa merasa kosong bukan berarti ada yang salah dengan kita. Justru itu bisa jadi panggilan untuk pulang bukan ke rumah, tapi ke dalam. Ke tempat di mana kita bisa jujur soal rasa, soal lelah, soal rindu yang nggak tahu ke mana. Mungkin kita cuma butuh berhenti sebentar. Bukan untuk menyerah, tapi untuk kembali menyadari arah. Mungkin kita perlu melepaskan beberapa hal yang nggak lagi sejalan, agar bisa memberi ruang pada hal-hal yang benar-benar bermakna.

Perasaan kosong adalah tanda. Bahwa kita manusia. Bahwa kita bukan sekadar mesin yang bekerja dan berjalan. Kita butuh makna, bukan cuma target. Kita butuh kedekatan, bukan sekadar percakapan. Dan yang paling penting: kita butuh kehadiran dari diri kita sendiri.

Jadi, kalau hari ini kamu merasa kosong, jangan buru-buru panik atau merasa bersalah. Duduklah sebentar. Diam. Dengarkan apa yang ingin kamu dengar dari dirimu sendiri. Mungkin dari situ, kamu bisa mulai mengisi lagi. Bukan dengan hal-hal besar, tapi dengan kehadiran kecil yang jujur dan utuh.

Komentar